Rabu, 08 Januari 2020

Kisah Fillipo Selalu Lolos dari Jebakan Offside, Keterpurukan AC Milan yang Tak Kunjung Berakhir, Hingga Masa Terindah Torres Bermain Bersama Gerrard

Fillipo Inzaghi, Si Penghancur Jebakan Offside

Dalam dunia persepakbolaan, ada banyak tipe striker handal, akan tetapi Filippo Inzaghi adalah salah satu tipe striker yang akan selalu dikenang oleh para sepak bola. Jika disejajarkan dengan maestro dribble Cristiano Ronaldo, si tendangan geledek Gabriel Batistuta, si pelari cepat Andriy Shechenko dan si penyundul maut Olivier Bierhoff, Fillipo terlihat seperti stiker tanpa kemampuan khusus.


Sundulan kepala atau tendangannya tampak biasa saja, terlebih lagi giringan bolanya. Tapi, ada satu yang membuatnya memiliki terlihat begitu menarik dan bahkan keunggulan ini tak dimiliki oleh semua striker terkenal di atas. Apakah keistimewaan tersebut?

Keahliannya ialah meloloskan diri dari jebakan offside.
“Pemain itu pasti lahir dalam posisi offside.” Ujar Sir Alex yang kala itu baru mengetahui jika Filippo Inzaghi merupakan striker yang paling sering offside dalam sejarah persepakbolaan dunia. Menariknya, Fillipo juga kerap menipu barisan pertahanan lawan serta melepaskan diri dari perangkap offside sebelum menyerang pertahanan lawan.


Keahlian unik yang dimiliki Fillipo ini bisa dilihat di salah satu pertandingan terbaiknya, yakni ketika ia mencetak gol pada gawang Bayern Munchen di Liga Champions 2006/07. Saat Clarence Seedorn mengumpan tanpa aba-aba, Inzaghi mampu lepas dari jebakan offside kemudian berlari menuju gawang Munchen dan melakukan finish yang sempurna untuk klubnya. Selain dikenal sebagai pemain yang ampuh lolos dari jebakan offside, Fillipo juga dianggap sebagai Dewi Fortuna atau dewi keberuntungan bagi tim-timnya, karena mampu memasukkan gol-gol cantik yang tak terduga.

Salah satu gol keberuntungan Fillipo yang sangat dikenal oleh public yakni ketika ia berlaga melawan Liverpool dan mencetak golnya. Pertandingan di final Liga Champions 2007 tersebut bermula dari tendangan bebas Andrea Pirlo yang membentur tubuh Inzaghi sehingga arah bola berubah menuju gawang.

Terlepas dari keberuntungan-keberuntungannya, mantan striker AC Milan dan Juventus ini termasuk salah satu pemain paling mematikan di kotak penalti lawan. Ia sudah mencetak 288 gol cantik selama 623 pertandingan sepanjang kariernya. Striker handal ini mulai dikenal sejak di Atalanta, Inzaghi semakin melebarkan sayap dengan menunjukkan tajinya. Selama 4 musim mengenakan kostum La Vecchia Signora, ia berhasil menorehkan 58 gol.

Sementara ketika di AC Milan, pemain dengan julukan Super Pippo ini bertahan 11 musim dan menjadi kontributor dari kesuksesan Rossoneri dalam mendulang Liga Champions. Koleksi trofi yang sudah dikumpulkannya pun layak membuat Inzaghi berbangga diri, ia telah berhasil memenangi Serie A sebanyak 3 kali, Liga Champions 2 kali, Super Eropa 2 kali, Coppa Italia 1 kali, dan juga piala dunia antar klub 1 kali bersama dengan tim nasional Italia. Ia ikut mengantarkan Gli Azzurri sebagai juara Piala Dunia 2006. Hingga saat ini. Fillipo masih menjadi striker dengan kemampuan terbaik dalam meloloskan diri dari jebakan offside.


AC Milan Terus Terpuruk, Van Basten Merasa Sedih
Sampai saat ini, AC Milan belum juga menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Beragam cara telah dilakukan, hingga merekrut 11 pemain baru sekaligus pelatih baru, namun perubahan belum juga tampak di tubuh AC Milan. Setelah menjuarai Serie A 2010-2011, Milan memang tampak kekeringan prestasi. Bersama dengan ditinggalnya sejumlah pemain andalan dan Massimilliano Allegri pun menjadi penyebab lain terpuruknya AC Milan.


Sejatinya, tim pengoleksi tujuh gelar Liga Champions ini sudah banyak melakukan upaya untuk kembali mendulang prestasi. Sebelumnya Gennaro Gattuso, sudah ada 5 pelatih yang mencoba peruntungan membangkitkan Milan. Pemain-pemain handal dari berbagai penjuru dunia pun sudah direkrut.

Bahan di musim panas 2017 lalu, Milan sudah menghabiskan lebih dari 200 juta Euro hanya untuk mendatangkan pemain anyar. Sayang, keberuntungan belum berpihak pada tim ini. Pada musim 2017/2018 Milan bahkan hanya bisa finish di urutan keenam klasemen Serie A dan berhenti di 16 besar Liga Eropa. Di tahun yang sama Milan juga hanya bisa menjadi runner-up Coppa Italia.

“Terkait dengan waktu saja disana, banyak hal yang telah berubah di Milan dan saya menyesal telah melihatnya. Milan saya adalah Itala, dengan Silvio Berlusconi, kami bertiga dari Belanda, dan skuad yang bagus. Sekarang pemiliknya orang China, saya tak mengenalnya, dan tim itu tak seperti 30 tahun lalu.” Ujar Marco Van Basten dikutip di Football Italia.

Bersama Ruud Gullit, Van Basten sendiri pernah mengalami masa kejayaan di Milan. Ia berhasil mencetak 125 gol dan berhasil membawa Rossoneri memenangkan tiga gelar Serie A, Liga Champions, Coppa Italia serta dua Piala Super Eropa dan dua piala Interkontinental.

“Sayangnya level itu telah mengalami banyak penurunan dan ada risiko besar keluar dari kompetisi Eropa. Ini menyakitkan bagi saya untuk berpikir bahwa Milan dan Inter adalah Real Madrid dan Atletico (Madrid) saat ini.” ungkapnya Van Basten. “Saat ini Milan adalah metamorfosa krisis di sepak bola Italia. Mengapa? Yang lain memiliki banyak uang dan lebih konsisten, sederhana. Karena waktu saya di Italia, banyak hal telah terjadi dan mereka tak kunjung positif.” Tambahnya.

Momen Terindah Torres: Duet Bersama Gerrard
Begitu banyak momen indah yang telah ditorehkan Fernando Torres selama karirnya, namun bermain bareng Steven Gerrard merupakan yang terindah bagi Torres. Pemain yang telah mengumumkan pensiun pada pertengahan tahun 2019 ini menghabiskan masa kariernya di banyak tim papan atas, seperti Liverpool, Atletico Madrid, Chelsea dan kembali ke Los Colchoners sebelum menutup kariernya bersama Sagan Tosu di Jepang.



Terkait kariernya, Torres tak memungkiri jika masa-masa di Liverpool memiliki keistimewaan tersendiri. Apalagi ia bisa bermain bareng Gerrard yang dianggap sangat mengerti gaya permainannya sehingga bisa saling melengkapi. Kala itu Gerrard merupakan pemain gelandang serang yang posisinya di belakang Torres sebagai striker tunggal pada formasi 4-2-3-1. Meski tak pernah meraih trofi ketika bermain di Liverpool, akan tetapi disanalah ia mendapatkan puncak kariernya jika dilihat dari segi permainan. Torres menjadi penyerang mematikan di Eropa bersama  The Reds seta berhasil menorehkan 81 gol dari 142 laga yang diikutinya.

“Saya selalu mengatakan bahwa pemain terbaik yang pernah menjadi rekan setim adalah Steven Gerrard. Dia adalah pemain yang membuat saya bisa tampil maksimal. Level dimensi permainan saya menjadi berbeda ketika dia berada di lapangan.” Ujarnya di situs resmi Liverpool. Ia juga berharap bisa mengulangi masa-masa indah tiga setengah tahun bermain bersama Steven walaupun hanya semenit. “Tiga setengah tahun yang lalu bisa bersama Steven. Saya akan sangat senang jika bisa kembali ke masa-masa itu, walau hanya satu menit.” Imbuhnya.

Striker mematikan ini memang terlihat begitu kompak dengan Steven di setiap pertandingannya. Hal ini bukan hanya bisa dilihat dari hasil pertandingannya saja, dimana Liverpool banyak mendulang kemenangan. Akan tetapi juga kekompakan selama berlaga di lapangan.

0 komentar:

Posting Komentar